Selasa, 28 April 2015

PROFIL KABUPATEN INDRAGIRI HILIR






SEJARAH



Untuk melihat latar belakang sejarah berdirinya Kabupaten Indragiri Hilir sebagai salah satu daerah otonom, dapat ditinjau dalam dua periode, yaitu periode sebelum kemerdekaan dan periode sesudah kemerdekaan Republik Indonesia.

1.  Periode Sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia

a. Kerajaan Keritang
Kerajaan ini didirikan sekitar awal abad ke-6 yang berlokasi di wilayah Kecamatan Keritang sekarang. Seni budayanya banyak dipengaruhi oleh agama Hindu, sebagaimana terlihat pada arsitektur bangunan istana yang terkenal dengan sebutan Puri Tujuh (Pintu Tujuh) atau Kedaton Gunung Tujuh. Peninggalan kerajaan ini yang masih dapat dilihat hanya berupa puing.
b.   Kerajaan Kemuning
Kerajaan ini didirikan oleh raja Singapura ke-V yang bergelar Raja Sampu atau Raja Iskandarsyah Zulkarnain yang lebih dikenal dengan nama Prameswara. Pada tahun 1231 telah diangkat seorang raja muda yang bergelar Datuk Setiadiraja. Letak kerajaan ini diperkirakan berada di Desa Kemuning Tua dan Desa Kemuning Muda. Bukti-bukti peninggalan kerajaan ini adalah ditemukannya selembar besluit dengan cap stempel kerajaan, bendera dan pedang kerajaan.
c.   Kerajaan Batin Enam Suku
Pada tahun 1260, di daerah Indragiri Hilir bagian utara, yaitu di daerah Gaung Anak Serka, Batang Tuaka, Mandah dan Guntung dikuasai oleh raja-raja kecil bekas penguasa kerajaan Bintan, yang karena perpecahan sebagian menyebar ke daerah tersebut. Diantaranya terdapat Enam Batin (Kepala Suku) yang terkenal dengan sebutan Batin Nan Enam Suku, yakni:
  • ·         Suku Raja Asal di daerah Gaung.
  • ·         Suku Raja Rubiah di daerah Gaung.
  • ·         Suku Nek Gewang di daerah Anak Serka.
  • ·         Suku Raja Mafait di daerah Guntung.
  • ·         Suku Datuk Kelambai di daerah Mandah.
  • ·         Suku Datuk Miskin di daerah Batang Tuaka


d.   Kerajaan Indragiri
Kerajaan Indragiri diperkirakan berdiri tahun 1298 dengan raja pertama bergelar Raja Merlang I berkedudukan di Malaka. Demikian pula dengan penggantinya Raja Narasinga I dan Raja Merlang II, tetap berkedudukan di Malaka. Sedangkan untuk urusan sehari-hari dilaksanakan oleh Datuk Patih atau Perdana Menteri. pada tahun 1473, waktu Raja Narasinga II yang bergelar Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alam ( Sultan Indragiri IV ), beliau menetap di ibu kota kerajaan yang berlokasi di Pekan Tua sekarang.
Pada tahun 1815, dibawah Sultan Ibrahim, ibu kota kerajaan dipindahkan ke Rengat. dalam masa pemerintahan Sultan Ibrahim ini, Belanda mulai campur tangan terhadap kerajaan dengan mengangkat Sultan Muda yang berkedudukan di Peranap dengan batas wilayah ke Hilir sampai dengan batas Japura.
Selanjutnya, pada masa pemerintahan Sultan Isa, berdatanganlah orang - orang dari suku Banjar dan suku Bugis sebagai akibat kurang amannya daerah asal mereka. Khusus untuk suku Banjar, perpindahannya akibat dihapuskannya Kerajaan Banjar oleh Gubernement pada tahun 1859 sehingga terjadi peperangan sampai tahun 1963.
e.  Masa Penjajahan Belanda
Dengan adanya tractaat Van Vrindchaap ( perjanjian perdamaian dan persahabatan ) tanggal 27 September 1938 antara Kerajaan Indragiri dengan Belanda, maka Kesultanan Indragiri menjadi Zelfbestuur. berdasarkan ketentuan tersebut, di wilayah Indragiri Hilir ditempatkan seorang Controlleur yang membawahi 6 daerah keamiran :
  • ·         Amir Tembilahan di Tembilahan.
  • ·         Amir Batang Tuaka di Sungai Luar.
  • ·         Amir Tempuling di Sungai Salak.
  • ·         Amir Mandah dan Gaung di Khairiah Mandah.
  • ·         Amir Enok di Enok.
  • ·         Amir Reteh di Kotabaru

Controlleur memegang wewenang semua jawatan, bahkan juga menjadi hakim di pengadilan wilayah ini sehingga Zelfbestuur Kerajaan Indragiri terus dipersempit sampai dengan masuknya Jepang tahun 1942.
f.  Masa Pendudukan Jepang
Balatentara Jepang memasuki Indragiri Hilir pada tanggal 31 Maret 1942 melalui Singapura terus ke Rengat. Tanggal 2 April 1942 Jepang menerima penyerahan tanpa syarat dari pihak Belanda yang waktu itu dibawah Controlleur K. Ehling . Sebelum tentara Jepang mendarat untuk pertama kalinya di daerah ini dikumandangkan lagu Indonesia Raya yang dipelopori oleh Ibnu Abbas.
Pada masa pendudukan Jepang ini Indragiri Hilir dikepalai oleh seorang Cun Cho yang berkedudukan di Tembilahan dengan membawahi 5 Ku Cho, yaitu :
  • ·         Ku Cho Tembilahan dan Tempuling di Tembilahan
  • ·         Ku Cho Sungai Luar
  • ·         Ku Cho Enok
  • ·         Ku Cho Reteh
  • ·         Ku Cho Mandah

Pemerintahan Jepang di Indragiri Hilir sampai bulan Oktober 1945 selama lebih kurang 3,5 tahun.
2.  Periode Setelah Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pada awal Kemerdekaan RI, Indragiri (Hulu dan Hilir) masih merupakan satu kabupaten. Kabupaten Indragiri ini terdiri atas 3 kewedanaan, yaitu Kewedanaan Kuantan Singingi dengan ibukotanya Taluk Kuantan, Kewedanaan Indragiri Hulu dengan ibukotanya Rengat dan Kewedanaan Indragiri Hilir dengan ibukotanya Tembilahan. Kewedanaan Indragiri Hilir membawahi 6 wilayah yaitu :
  • ·         Wilayah Tempuling/Tembilahan.
  • ·         Wilayah Enok.
  • ·         Wilayah Gaung Anak Serka.
  • ·         Wilayah Mandah/Kateman.
  • ·         Wilayah Kuala Indragiri.
  • ·         Wilayah Reteh

Perkembangan tata pemerintahan selanjutnya, menjadikan Indragiri Hilir dipecah menjadi dua kewedanaan masing-masing :
a.  Kewedanaan Indragiri Hilir Utara meliputi kecamatan :
  • ·         Kecamatan Tempuling
  • ·         Kecamatan Tembilahan
  • ·         Kecamatan Gaung Anak Serka
  • ·         Kecamatan Mandah
  • ·         Kecamatan Kateman
  • ·         Kecamatan Kuala Indragiri dengan ibukotanya Tembilahan

b.  Kewedanaan Indragiri Hilir Selatan meliputi kecamatan :
  • ·         Kecamatan Enok.
  • ·         Kecamatan Reteh dengan ibukotanya Enok.

3.  Pemekaran Kabupaten Indragiri Hilir
Merasa persyaratan administrasinya terpenuhi maka masyarakat Indragiri Hilir memohon kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Riau, agar Indragiri Hilir dimekarkan menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II yang berdiri sendiri (otonom).
Setelah melalui penelitian, baik oleh Gubernur maupun Departemen Dalam Negeri, maka pemekaran diawali dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau (Propinsi Riau) tanggal 27 April 1965 nomor 052/5/1965 sebagai Daerah Persiapan Kabupaten Indragiri Hilir.
Pada tanggal 14 Juni 1965 dikeluarkanlah Undang-undang nomor 6 tahun 1965 Lembaran Negara Republik Indonesia no. 49, maka Daerah Persiapan Kabupaten Indragiri Hilir resmi dimekarkan menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II Indragiri Hilir (sekarang Kabupaten Indragiri Hilir) yang berdiri sendiri, yang pelaksanaannya terhitung tanggal 20 November 1965.




KONDISI UMUM
Kabupaten Indragiri Hilir resmi menjadi Daerah Tingkat II berdasarkan Undang-undang No. 6 Tahun 1965 tanggal 14 Juni 1965 ( LN RI No. 49 ).
Kabupaten Indragiri Hilir terletak di pantai Timur pulau Sumatera, merupakan gerbang selatan Propinsi Riau, dengan luas daratan 11.605,97 km² dan peraiaran 7.207 Km² berpenduduk kurang lebih 683.354 jiwa yang terdiri dari berbagai etnis, Indragiri Hilir yang sebelumnya dijuluki ”Negeri Seribu Parit” yang sekarang terkenal dengan julukan “NEGERI SERIBU JEMBATAN” dikelilingi perairan berupa sungai-sungai besar dan kecil, parit, rawa-rawa dan laut, secara fisiografis Kabupaten Indragiri Hilir beriklim tropis merupakan sebuah daerah dataran rendah yang terletak diketinggian 0-4 meter di atas permukaan laut dan dipengaruhi oleh pasang surut.
  • ·         0 36'            Lintang Utara
  • ·         1 07'            Lintang Selatan
  • ·         104 10'        Bujur Timur
  • ·         102 30'        Bujur Timur

Dengan batas-batas wilayah Kabupaten Indragiri Hilir sebagai berikut :
  • ·         Sebelah Utara berbatas dengan Kabupaten Pelalawan.
  • ·         Sebelah Selatan berbatas dengan Kab. Tanjung Jabung Prop. Jambi.
  • ·         Sebelah Barat berbatas dengan Kabupaten Indragiri Hulu.
  • ·         Sebelah Timur berbatas dengan Propinsi Kepulauan Riau.

Fisiografi
Sebagian besar dari luas wilayah atau 93,31% daerah Kabupaten Indragiri Hilir merupakan daerah dataran rendah, yaitu daerah endapan sungai, daerah rawa dengan tanah gambut (peat), daerah hutan payau (mangrove) dan terdiri atas pulau-pulau besar dan kecil dengan luas lebih kurang 1.082.953,06 hektar dengan rata-rata ketinggian lebih kurang 0-3 Meter dari permukaan laut.
Sedangkan sebagian kecilnya 6,69% berupa daerah berbukit-bukit dengan ketinggian rata-rata 6-35 meter dari permukaan laut yang terdapat dibagian selatan Sungai Reteh Kecamatan Keritang, yang berbatasan dengan Propinsi Jambi .
Dengan ketinggian tersebut, maka pada umumnya daerah ini dipengaruhi oleh pasang surut, apalagi bila diperhatikan fisiografinya dimana tanah-tanah tersebut terbelah-belah oleh beberapa sungai, terusan, sehingga membentuk gugusan pulau-pulau.
Sungai yang terbesar di daerah ini adalah Sungai Indragiri Hilir yang berhulu di penggunungan Bukit Barisan (Danau Singkarak), sungai Indragiri mempunyai tiga muara ke Selat Berhala, yaitu di Desa sungai Belu, Desa Perigi Raja dan Kuala Enok.
Sedangkan sungai-sungai lainnya adalah : Sungai Guntung, Sungai kateman, Sungai Danai, Sungai Gaung, Sungai Anak Serka, Sungai Batang Tuaka, Sungai Enok, Sungai Batang, Sungai Gangsal, yang hulunya bercabang tiga yaitu Sungai Gangsal, Sungai Keritang, Sungai Reteh, Sungai Terap, Sungai Mandah, Sungai Igal, Sungai Pelanduk, Sungai Bantaian, dan sungai Batang Tumu.
Pulau-pulau yang terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir pada umumnya telah di diami penduduk dan sebagian diusahakan penduduk untuk dijadikan kebun-kebun kelapa, persawahan pasang surut, kebun sagu dan lain sebagainya.
Gugusan pulau tersebut meliputi : Pulau Kateman, Pulau Burung, Pulau Pisang, Pulau Bakong, Pulau Air Tawar, Pulau Pucung, Pulau Ruku, Pulau Mas, Pulau Nyiur dan pulau-pulau kecil lainnya. Disamping gugusan pulau tersebut maka terdapat pula selat-selat/terusan kecil seperti : Selat/Terusan Kempas, Selat/Terusan Batang. Selat/Terusan Concong. Selat/Terusan Perawang, Selat/Terusan Patah Parang, Selat/Terusan Sungai Kerang, dan Selat/Terusan Tekulai. Selain selat/terusan alam terdapat pula terusan buatan antara lain : Terusan Beringin, Terusan Igal, dan lain-lain Selain itu di daerah ini juga terdapat danau dan tanjung yakni Danau Gaung, Danau Danai dan Danau Kateman, sedangkan tanjung yang ada di Indragiri Hilir adalah Tanjung Datuk dan Tanjung Bakung.
Tanah 
Pada umumnya struktur tanah di Kabupaten Indragiri Hilir terdiri atas tanah Organosol (Histosil), yaitu tanah gambut yang banyak mengandung bahan organik. Tanah ini dominan di Wilayah Indragiri Hilir terutama daratan rendah diantara aliran sungai. Sedangkan disepanjang aliran sungai umumnya terdapat formasi tanggul alam natural river leves yang terdiri dari tanah-tanah Alluvial (Entisol) dan Gleihumus (Inceptisol).
Vegetasi
Vegetasi alami dari daerah tanah-tanah organosol, alluvial dan gleihumus adalah hutan pematang, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, hutan pasang surat, penggunaan lahan untuk hutan lebat, belukar dan sejenisnya pada tahun 1994 seluas 841.242 hektar.  Luas areal perkebunan meningkat dari 379.760 hektar menjadi 464.802 hektar atau meningkat 8,50% dibandingkan dengan periode sebelumnya sedangkan total produksi hasil perkebunan juga mengalami peningkatan dari 283.266 ton menjadi 416.690 ton naik sebesar 133.424 ton atau 13,34%.
Iklim
Topograpi daerah Indragiri Hilir terdiri dari daratan dan perairan yang beriklim tropis basah, curah hujan tertinggi 1300 mm, hujan turun antara bulan oktober sampai maret setiap tahunnya. Sedangkan musim kemarau kadang-kadang hujan tidak turun selama 3 (tiga) bulan lamanya. Sehingga menimbulkan kesulitan air bersih, pengairan dan sebagainya.  Angin yang bertiup sepanjang tahun adalah angin utara dan angin selatan. Pada waktu musim angin utara terjadi musim gelombang, serta air pasang yang cukup tinggi, yang membawa air laut berkadar garam kehulu sungai, sehingga membawa pengaruh terhadap tingkat kesuburan bagi tanam-tanaman tertentu yang tidak tahan terhadap kadar air dengan tingkat keasinan tinggi.

Pengairan 
Secara geografis wilayah Kabupaten Indragiri Hilir memiliki potensi perairan laut dan perairan umum yang cukup luas serta daratan yang dapat dikembangkan usaha budidaya perikanan, berpeluang bagi Investor untuk menanamkan investasi baik dibidang penangkapan khususnya di perairan lepas pantai dan dibidang budidaya perikanan (tambak, keramba, budidaya kerang anadara dan kolam).  Disamping sungai-sungai dan selat di Kabupaten Indragiri Hilir banyak terdapat parit-parit baik keberadaannya secara proses alami atau yang dibuat manusia dimana sebagian besar berfungsi sebagai drainase pengairan dan transportasi bagi masyarakat.
LAMBANG DAERAH

Sket Puri Tujuh :
Melambangkan aspek sejarah/kebudayaan daerah Kabupaten Indragiri Hilir pada periode Melayu Tua seperiode dengan kerajaan Sriwijaya, maka di Indragiri Hilir ada sebuah Kerajaan Melayu yang bernama Keritang terkenal karena Puri Tujuh yang Gapura (Pintu Gerbang) sebanyak tujuh lapis. Dapat pula diartikan sebagai sampiran bahwa di daerah Kabupaten Indragiri Hilir mengalir tujuh buah sungai besar. Landasan Puri Tujuh yaitu Sket Perahu dengan Perigi memiliki nilai historis yaitu kebesaran Indragiri Hilir lama, juga mempunyai makna masa depan kejayaan di laut dan di sungai dengan semangat yang tidak kunjung padam.
Warna Dasar Hijau Daun Tua :
·         Melambangkan kesuburan tanah Indragiri Hilir.
Simpul Tali 65 Pintal :
·         Melambangkan persatuan rakyat.
·         Tahun terbentuknya Kabupaten Indragiri Hilir.
Padi dan Kelapa :
·         Melambangkan hasil utama daerah Kabupaten Indragiri Hilir
·         Empat belas butir padi merupakan tanggal terbentuknya Kabupaten Indragiri Hilir.
·         Enam buah bibit kelapa merupakan bulan terbentuknya Kabupaten Indragiri Hilir.
Gelombang 5 Lapis :
·      Melambangkan bahwa Indragiri Hilir adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berfalsafah Pancasila.







sumber : http://www.inhilkab.go.id/

Minggu, 05 April 2015

MASJID RAYA AL-HUDA TEMBILAHAN

Masjid Raya Al-Huda Tembilahan, Masjid Megah Nan Bersejarah
Oleh : Drs. H. Ahmad Supardi Hasibuan, MA

Gambar Masijid Al-Huda

Dari Masjid inilah setiap waktu di kumandangkan gema adzan sebagai pertanda waktu shalat telah masuk dan di Masjid ini pula dipusatkan kegiatan atau Perayaan Hari Besar Islam seperti Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Peringatan Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW, Peringatan Nudzul Qur’an, Peringatan Tahun Baru Islam dan kegiatan lainnya.
Masjid ini dibangun dengan biaya yang berasal dari sumbangan waqaf, infaq, dan shadaqah dari kaum muslimin dan muslimat yang berada di Kota Tembilahan dan sekitarnya.
Sesuai dengan perkembangan, kemajuan, dan perkembangan penduduk Tembilahan, maka Masjid Al-Huda juga mengalami beberapa kali renovasi dan perombakan yang dilakukan sebanyak tiga kali yaitu :
1.      Pada tahun 1935 diadakan perbaikan dan pelebaran luas bangunan, sehingga daya tampung jamaah lebih banyak, disebabkan pertumbuhan penduduk Kota Tembilahan saat itu, dimana perombakan hanya memperluas bangunan sedangkan konstruksi bangunannya tetap seperti semula, pondasi terdiri tongkat  kayu ulin, dinding papan, dan atap sirap.
2.      Pada tahun 1968 dengan pelebaran luas bangunan dan perombakan konstruksi bangunan pada pondasi semua terdiri dari tongkat kayu ulin diganti dengan tombak pasir semen, dinding papan diganti dengan semen pelesteran, dan atap sirap diganti dengan atap seng, disamping itu perubahan besar adalah bangunan terdiri dari lantai 1 dan 2. Konstruksi bangunannya semi permanen dengan kapasitas daya tamping 2 kali lipat, karena lantai 1 dan 2 dipergunakan untuk shalat. Pada waktu perombakan kedua ini Kota Tembilahan berubah status menjadi Ibu Kota Indragiri Hilir.
3.      Pada tahun 1994 Masjid Raya Al-Huda Tembilahan mengalami perombakan total, bangunan Masjid diperluas, pondasi bangunan tetap berlantai 2 (bertingkat) dengan memilki 4 buah menara. Konstruksi bangunan permanen, lantai dan dinding Masjid terbuat dari keramik, ruangan bagian depan sebelah kanan Masjid Al-Huda dijadikan tempat kantor Yayasan Al-huda dan kantor Pengurus Masjid Al-Huda, sedangkan pada ruangan bagian depan sebelah kiri digunakan untuk kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Indragiri Hilir dan ruang Perpustakan MUI dan Masjid Al-Huda, lantai atas Masjid Al-Huda dipergunakan untuk kegiatan Tahfizil Qur’an, Taman Pengajian Al-Qur’an dan kegiatan Remaja Masjid Al-Huda.
Peresmian pemakaian Masjid Al-Huda Tembilahan telah dapat melaksanakan kegiatan antara lain :
1.      Ibadah Shalat wajib 5 waktu, Shalat Jum’at, Shalat sunnat rawatib, Shalat Idul Fitri dan Shalat Idul Adha dan lain-lain.
2.      Peringatan hari-hari besar Islam.
3.      Pembinaan Umat Islam dalam bentuk dakwah, ceramah Agama Islam secara rutin (ba’da Shalat Shubuh, qobla Shalat Zuhur dan ba’da Shalat Magrib).
4.      Pembinaan generasi muda Islam melalui kegiatan Remaja Masjid Raya Al-Huda Tembilahan.
5.      Pelaksanaan Ibadah sosial seperti Ibadah Qurban, Zakat Fitrah/Maal, bantuan kepada anak-anak Yatim dan Fakir Miskin, buka bersama (Khataman Al-Qur’an pada setiap bulan Ramadhan).
6.      Kegiatan Taman Pengajian Al-Qur’an (TPA).
7.      Kegiatan Tahfizil Qur’an bagi anak-anak dan dewasa.
Disamping itu, untuk pemeliharaan dan memakmurkan serta mengelola Masjid Raya Al-Huda Tembilahan memerlukan petugas (marbot) seperti tenaga kebersihan bagian ruangan dalam, kebersihan tempat wudhu dan MCK, kebersihan bagian halaman Masjid, kebersihan lantai 2, Imam Besar, Imam Rawatib, Bilal, Penceramah tetap, Pembina TPA, Pembina Tahfizil Qur’an, penjaga perpustakaan Masjid, petugas sound system, pengurus Remaja Masjid membantu dalam upaya memakmurkan Masjid dan Pembina generasi Muda Islam dan sebagainya. (an/dinamis).
Data Masjid Raya Al-Huda Tembilahan
1.      Nama                                               : Masjid Raya Al-Huda Tembilahan
2.      Alamat                                             : Jl. Jend. Sudirman
3.      Desa/Kelurahan                               : Tembilahan
4.      Kecamatan                                       : Tembilahan Kota
5.      Kabupaten                                       : Indragiri Hilir
6.      Propinsi                                            : Riau
7.      No. Telp                                           : (0768) 22726
8.      Kepemilikan Tanah
·         Status Tanah                        : Hak Milik Masjid Al-Huda Tembilahan
·         Luas Tanah                          : 4.362 m­2
9.      Luas Bangunan                                : 34 m x 36m
10.  Tahun Pembangunan                       : 1994
11.  Sumber Dana                                   : Sumbangan Masyaarakat Islam Kabupaten Inhil
12.  Jumlah Biaya                                   : Rp. 2.345.000.000,-
13.  Kapasitas                                         : 3.100 orang
14.  Peruntukan
·         Lantai 1                                : - Ruang Shalat
                                               - Kantor Pengurus Masjid Al-Huda Tembilahan
                                               - Kantor MUI dan Perpustakaan
                                               - Tempat Wudhu dan MCK
·         Lantai 2                                : - Ruang Shalat
                                               - TPA

·         Jumlah Menara                     : 4 buah